PKS NEWS UPDATE:
« »

Selasa, 17 April 2012

J Kristiadi: "Saya belum pernah menyaksikan pengaderan partai yang memuaskan, kecuali di PKS"

Bincang-bincang Joseph Kristiadi:
"Rakyat Harus Memproduksi Pemimpin"

SAAT ini muncul penilaian, kepemimpinan nasional tersandera banyak kekuatan sarat kepentingan sehingga pemerintahan tak berjalan efektif. Semua diselesaikan dengan cara “dagang sapi”. Keadaan itu justru terjadi pada era demokratis. Untuk menguak permasalahan itu, berikut bincang-bincang Rakyat Medeka dengan Dr Joseph Kristiadi dari Center for Strategic and International Studies (SCIS) Jakarta.

Mengapa itu terjadi? 

Proses demokrasi masih berjalan. Namun kebelumsuksesan demokrasi, dalam arti sukses menyentuh esensi, jangan membuat kita berpikir ke belakang dengan menyatakan, mengapa tak dikembalikan ke zaman dulu ketika negara punya power luar biasa untuk mengatur rakyat.

Semua berjalan efektif, situasi stabil. Kita jangan pernah lupa pada era lalu terjadi kekuasaan yang memonopli segala, termasuk monopoli kebenaran, tak boleh ada perbedaan dan kritik. Semua yang berani berbeda dan mengkritik dianggap kriminal, dicap subversif. Kita sudahi saja masa itu, jangan kita ulang atau bangkitkan lagi.

Novelis terkenal asal Ceko, Milan Kundera, mengatakan, “The struggle of man against power is the struggle of memory against forgetting, perjuangan melawan kekuasaan adalah perjuangan melawan lupa.“ Jangan kita lupakan masa lalu yang kelam itu.

Mengapa pemimpin saat ini tak begitu powerfull, ya demokrasi sebenarnya memang membatasi pemimpin agar tak absolut. Jadi pemimpin era ini tak bisa disamakan lagi dengan era sebelumnya. Selain itu, kita kini juga mengalami perubahan budaya.

Perubahan budaya seperti apa?

Dalam budaya kita, termasuk budaya Jawa, pemimpin ibaratnya mendapat wahyu Tuhan untuk memimpin. Tanpa wahyu sehebat apa pun, dia tidak bisa berkuasa. Wahyu juga bisa diartikan garis keturunan. Tanpa garis keturunan raja atau pemimpin, seseorang tak bisa jadi pemimpin. Jadi muncul mitos-mitos pada diri pemimpin.

Saat ini mitos-mitos itu sirna, tak ada lagi mitos ratu adil dan sebagainya. Karena masyarakat menilai pemimpin adalah orang biasa yang terpilih berdasar mood masyarakat saat pemilu untuk menjawab kebutuhan, keinginan saat itu. Mood masyarakat bisa dibentuk elite politik dengan pencitraan, dengan perjuangan keras, juga karya nyata.

Ada yang berkemampuan biasabiasa saja, tapi mood masyarakat bisa mengarah ke dia. Jadi sak-mood-e bae. Tertarik pengusaha sukses, ya milih pengusaha sebagai pemimpin. Tertarik birokrat, ya milih birokrat. Tertarik artis, ya milih artis. Tokoh muda, ya milihlah dia. Juga tak ada yang melarang mencalonkan tokoh yang tak berpengalaman politik sedikit pun.

Itu kan perubahan budaya yang sangat signifikan. Memang ada yang saat menjabat menunjukkan kualitas, namun kita tahu banyak yang korup dan mismanajemen. Namun apa pun moodrakyat saat itu, mereka pasti punya standar minimal.

Apa standar minimalnya?

Pemimpin itu harus punya pandangan tegas dan jelas, mau membawa bangsa ini ke mana. Kalau itu tak punya, pasti serba-abu-abu. Kalau itu jelas, dia dapat merumuskan tahapan untuk mencapai. Dia boleh berasal dari birokrat, purnawirawan TNI, pengusaha, artis. Tapi semua harus punya standar minimal itu.

Di sinilah perlu kontrol terhadap pemimpin. Itulah kaitan antara masyarakat yang memilih pemimpin dan masyarakat harus memberikan masukan, kritik sebagai kontrol. Bila sistem tidak demokratis, ya mekanisme kontrol tidak berjalan. Mengkritik bisa langsung dipidana. Kebenaran hanya milik pemerintah.

Namun bila sistem demokratis pun apa artinya bila kritik tidak ditanggapi. Kritik, saran, dan masukan rakyat tak membuat dia berubah ke arah lebih baik. Jadi yang perlu kita lakukan bersama adalah membuat sistem yang menjadikan pemimpin bisa membawa rakyat ke arah lebih baik.

Seperti apa sistem itu?

Sistem itu harus bisa memberikan hak kepada rakyat melalui diri sendiri atau wakilnya di parlemen untuk memberi tahu sampai mengkritik pemimpin. Tentu itu juga tergantung pada budaya negara masing-masing. Kalau rakyat sudah memberi tahu, memberi saran, masukan, sampai kritik tidak mempan, ya kita sabar sampai pemilihan berikutnya kita hukum dengan tak memilih pemimpin dan partai pendukungnya. Lalu, kita ganti orang lain sambil berharap yang baru lebih baik. Sistem itu juga menjunjung supremasi hukum. Jadi bila pemimpin melanggar hukum, dia tak berada lebih tinggi daripada hukum sehingga dengan kekuatan politiknya menindas hukum.

Yang harus ada dalam sistem itu adalah memberikan kesempatan pada rakyat untuk memproduksi pemimpin. Rakyat harus memproduksi pemimpin melalui berbagai cara, antara lain melalui partai. Partai harus menjadi institusi yang memberikan pendidikan politik bagi rakyat dan bagi kader.

Bagaimana pendidikan politik partai saat ini? Berhasilkah mendidik dan mengader? 

Saya belum pernah menyaksikan pengaderan partai yang memuaskan, kecuali di Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Itu mungkin subyektif, tetapi memang seperti itu. Partai-partai saat ini tak begitu serius merekrut dan menyeleksi anak muda yang berminat berpolitik. Akibatnya, saat hendak pemilu mau mencalonbkan siapa masih bingung. Akhirnya merekrut tokoh dari luar yang punya karisma, daya jual tinggi, punya dana, demi mendapat suara.

Saya melihat PKS merekrut orang muda dan mengader dengan baik sehingga punya value, mendalami betul ideologi dan cita-cita partai dan siap memperjuangkan cita-cita itu karena begitu yakin. Cita-cita partai umumnya, bagaimana rakyat makin sejahtera, makin tak terbebani pungutan resmi dan liar yang memberatkan, bagaimana peningkatan kualitas pendidikan dan kesehatan di negeri ini, juga swasembada pangan.

Dalam pengaderan itu bukan hanya dikuliahi, diceramahi, serta beraktivitas sosial di masyarakat. Itu hal sekunder. Hal primer adalah bagaimana para kader mempunyai kesadaran tinggi bahwa mereka calon pemimpin yang akan mendapat amanah besar, yaitu negara dan bangsa ini. Mampulah berbuat terbaik bagi bangsa ini. Mari tingkatkan kemampuan, mengader diri.

Itu harus ditanamkan secara serius. Juga ada seleksi khusus untuk menyaring orang-orang berkualitas. Memang itu kerja keras. Bukan kerja instan. Tak hanya partai, organisasi kemasyarakatan juga bisa melakukan. Tapi partai memang perlu melakukan karena jadi pemasok atau penentu orang yang diarahkan ke parlemen, kabinet, serta pemerintahan.

Saat ini pengaderan hanya formalitas; kegiatan selesai, ya selesailah. Juga sekarang makin sedikit orang partai yang rela mati mengurus, mengader, menghidupkan partai. Kini bahkan menjadikan partai batu loncatan. Setelah itu, partai kapiran ditinggalkan.

Bagaimana dengan penilaian, saat ini kita miskin sikap kenegarawanan?

Orang muda yang saat ini di tampuk kepimpinanan sepertinya sudah terlalu jauh dari sejarah para negarawan. Kita sudah jauh dari sejarah Natsir, sejarah IJ Kasimo, dan founding fathers. Mereka saat sidang berdebat dengan gigih berdasar ideologi masing-masing, tetapi tetap menjalin hubungan harmonis, penuh nurani, kaya spiritual sebagai sesama manusia. Bisa berangkulan dan pulang bareng.

Sejarah tak pernah mengajarkan betapa penting nilai-nilai seperti itu dengan benar. Sejarah diubah untuk menonjolkan pihak tertentu dan seakan menenggelamkan nilai-nilai para negarawan pada masa lalu. Pemaknaan terhadap sejarah sangat dangkal.

Hingga kini yang muncul adalah pokoknya bisa memenuhi hasrat berkuasa, merebut kekuasaan, dengan segala cara, dengan dagang sapi, politik uang, dan melupakan perjuangan untuk kepentingan rakyat. Dengan kekuasaan bisa dengan mudah mencuri uang negara, dengan kekuasaan bisa menyandera hukum, sehingga banyak orang bermasalah dengan hukum, ingin menyelamatkan diri dengan masuk partai. Masuk partai ya dengan transaksi. Jadi ya tidak keruan seperti ini.

Itu semua rangkaian proses yang mendangkalkan demokrasi kita. Jadi bukan demokrasi sebenarnya, melainkan tak lebih transaksi para elite yang ingin mengeruk keuntungan dengan berkuasa. Ibaratnya jadi dangkal seperti pasar. Celakanya, kemerosotan sikap kenegarawanan, kejujuran, etos kerja yang sangat memalukan juga terjadi pada kehidupan riil di masyarakat. []


*sumber SUARA MERDEKA (15/4/2012) hal. 2



___________ *posted by: Blog PKS PIYUNGAN - Bekerja Untuk Kejayaan Indonesia

Rabu, 11 April 2012

30.000 kader PKS DKI Jakarta Ketok Pintu Sejuta Rumah di Jakarta



SEBANYAK 30.000 kader PKS DKI Jakarta dikerahkan untuk mensukseskan program Ketok Pintu Sejuta Rumah di Jakarta. Program ini bertujuan untuk menjaring aspirasi masyarakat tentang berbagai permasalahan yang terjadi di Jakarta.

“Kami mengerahkan seluruh kader dan relawan untuk mendengar aspirasi warga Jakarta sebagai masukan bagi pasangan cagub dan cawagub Hidayat-Didik dalam membangun Jakarta,” ujar Ketua DPW PKS Jakarta, Selamat Nurdin.

Kata Bang Didin, panggilan akrab Selamat Nurdin, PKS DKI Jakarta ingin mengikutsertakan warga dalam membangun Jakarta, karena permasalahan Jakarta adalah permasalahan bersama yang penyelesaiannya juga harus ditanggulangi secara bersama.

Hasilnya dari Ketok Pintu Sejuta Rumah, disebutkan Bang Didin, sebagian besar warga mengeluhkan kemacetan, banjir dan sulitnya mencari lapangan kerja adalah permasalahan kronis yang harus segera dicari solusinya. Permasalahan lainnya adalah semakin melambungnya biaya pendidikan dan rumah sakit, sehingga tidak terjangkau oleh rakyat kecil.

Program ini sekaligus sebagai sarana untuk menyosialisasikan pasangan calon gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta Hidayat Nur Wahid dan Didik J. Rachbini. (pes/rul)


*http://pks.or.id/content/30-ribu-kader-pks-ketok-pintu-sejuta-rumah

Kamis, 22 Maret 2012

Kenangan : AIR MATA SAYA MENETES DI RUMAH DR HIDAYAT NURWAHID




Bismilaahhir Rahmaanir Rahiim,

Beberapa hari yang lalu saya berkesempatan untuk ikut dalam acara buka bersama dengan Ketua MPR-RI, DR Muhammad Hidayat Nurwahid, MA di rumah dinasnya, kompleks Widya Chandra dengan beberapa ikhwah. Ketika saya masuk ke rumah dinas beliau tsb, maka dalam hati saya bergumam sendiri: Alangkah sederhananya isi rumah ini.

Saya melihat lagi dengan teliti, meja, kursi2, asesori yg ada, hiasan di dinding. SubhanaLLAH, lebih sederhana dari rumah seorang camat sekalipun. Ketika saya masuk ke rumah tsb saya memandang ke sekeliling, kebetulan ada disana Ketua DPR Agung Laksono, Wk Ketua MPR A.M Fatwa, Menteri Agama, dan sejumlah Menteri dari PKS (Mentan & Menpera) serta anggota DPR-RI, serta pejabat-pejabat lainnya.

Lagi-lagi saya bergumam: Alangkah sederhananya pakaian beliau, tidak ada gelang dan cincin (seperti yang dipakai teman-teman pejabat yangg lain disana). Ternyata beliau masih ustadz Hidayat yg saya kenal dulu, yang membimbing tesis S2 saya dengan judul: Islam & Perubahan Sosial (kasus di Pesantren PERSIS Tarogong Garut). Terkenang kembali saat-saat masa bimbingan penulisan tesis tersebut, dimana saya pernah diminta datang malam hari setelah seharian aktifitas penuh beliau sebagai Presiden PKS, dan saya 10 orang tamu yang menunggu ingin bertemu.

Saya kebagian yg terakhir, ditengah segala kelelahannya beliau masih menyapa saya dengan senyum : MAA MAADZA MASAA’ILU YA NABIIL? Lalu saya pandang kembali wajah beliau, kelihatan rambut yang makin memutih, beliau bolak-balik menerima tamu, saat berbuka beliau hanya sempat sebentar makan kurma dan air, karena setelah beliau memimpin shalat magrib terus banyak tokoh yg berdatangan, ba’da isya & tarawih kami semua menyantap makanan, tapi beliau menerima antrian wartawan dalam & luar negeri yang ingin wawancara.

Tidak terasa airmata ana menetes, alangkah jauhnya ya ALLAH jihad ana dibandingkan dengan beliau, saya masih punya kesempatan bercanda dengan keluarga, membaca kitab dsb, sementara beliau benar-benar sudah kehilangan privasi sebagai pejabat publik, sementara beliaupun lebih berat ujian kesabarannya untuk terus konsisten dalam kebenaran dan membela rakyat. Tidaklah yang disebut istiqamah itu orang yang bisa istiqamah dalam keadaan di tengah-tengah berbagai kitab Fiqh dan Hadits seperti ana yang lemah ini.

Adapun yang disebut istiqamah adalah orang yg mampu tetap konsisten di tengah berbagai kemewahan, kesenangan, keburukan, suap-menyuap dan lingkungan yang amat jahat dan menipu. Ketika keluar dari rumah beliau saya melihat beberapa rumah diseberang yang mewah bagaikan hotel dengan asesori lampu-lampu jalan yg mahal dan beberapa buah mobil mewah, lalu ana bertanya pada supir DR Hidayat : Rumah siapa saja yg diseberang itu? Maka jawabnya : Oh, itu rumah pak Fulan dan pak Fulan Menteri dari beberapa partai besar. Dalam hati saya berkata: AlhamduliLLAH bukan menteri PKS. Saat pulang saya menyempatkan bertanya pada ustadz Hidayat: Ustadz, apakah nomor HP antum masih yang dulu?

Jawab beliau: Benar ya akhi, masih yg dulu, tafadhal antum SMS saja ke ana, cuma afwan kalo jawabannya bisa beberapa hari atau bahkan beberapa minggu, maklum SMS yang masuk tiap hari ratusan ke saya. Kembali airmata saya menetes. alangkah beratnya cobaan beliau & khidmah beliau untuk ummat ini, benarlah nabi SAW yang bersabda bahwa orang pertama yang dinaungi oleh ALLAH SWT di Hari Kiamat nanti adalah Pemimpin yang Adil. Sambil berjalan pulang saya berdoa : Ya ALLAH, semoga beliau dijadikan pemimpin yang adil dan dipanjangkan umur serta diberikan kemudahan dalam memimpin negara ini. Aaamiin ya RABB.

Penulis: Ust Nabil Almusawa

PKS Pilih Didik J Rachbini karena Ahli Ekonomi



TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tiga nama disodorkan Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) sebagai pendamping Hidayat Nur Wahid, calon gubernur DKI dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS), dalam Pemilihan Gubernur DKI mendatang.
Namun, PKS lebih memilih Didik J Rachbini ketimbang dua nama lainnya. Alasannya, karena Didik dipandang sebagai orang yang paling dihormati dan berlatar belakang sosok profesional di bidang ekonomi.
“Tentu jelas sekali beliau, Alhamdullilah menjadi pasangan yang sangat bagus. Karena beliau adalah seorang yang ahli dalam bidang ekonomi, praktisi bidang ekonomi,” kata Cagub DKI dari PKS, Hidayat Nur Wahid di Jakarta, Rabu(21/3/2012).
Hidayat mengatakan, visi dan misi pasangan Cagub-cawagub DKI yang diusung PKS tidak lain ingin agar Kota Jakarta menjadi pusat kota yang ramah akan kegiatan bisnis dan pendorong perekonomian Indonesia. DKI tidak hanya menjadi ibukota Indonesia semata.
“Dan kita menginginkan Kota Jakarta bukan sekedar Ibukota Indonesia. Tapi juga sebuah ibukota yang bisnis friendly, dimana memang PMA, itu mayoritasnya datang dari Jakarta.”
Lebih jauh mantan Presiden PKS ini menjeaskan nuansa nyaman dan aman di Ibukota akan membuat investasi bisa masuk ke Indonesia, bisnis bisa dikelola dengan baik, dan ekonomi bergerak dengan baik di Indonesia.
“Dia (Didik-red) orang yang ahli di bidang ekonomi untuk hal itu,” pungkasnya.

Pengamat : HNW-DJR Akan Melaju Putaran 2 Pilkada DKI



HNW-Didik J Rachbini 
“Pasangan Ideal : Negarawan – Teknokrat”


Partai Keadilan Sejahtera (PKS) secara resmi mengajukan Pasangan Calon Gubernur DKI Jakarta Hidayat Nur Wahid (HNW) dengan Prof. Didik J. Rachbini (DJR) dengan menyerahkan berkas pendaftaran ke KPUD Jakarta (Senin malam 19/3).

Hidayat Nur Wahid bertekad untuk menghentikan segala keluh kesah warga Jakarta selama ini atas kondisi lingkungannya.

"Saya warga Jakarta, saya rasakan duka lara, suka duka nestapa dari warga Jakarta," ujar HNW di kantor DPP PKS, Jakarta, Senin 19 Maret 2012.

Hidayat Nur Wahid menegaskan bahwa dirinya tidak ingin melanjutkan beragam kondisi itu di Jakarta.

"Jakarta adalah ibukota Indonesia. Indonesia adalah negara terbesar di Asia Tenggara, sangat layak ibukota menjadi berkelas dan terhormat di mata negara-negara lainnya," jelas Hidayat Nur Wahid.

Karena itu, Hidayat Nur Wahid berharap pilkada Jakarta nanti bisa berjalan dengan baik, tanpa ada manipulasi maupun praktek politik uang.

"Demokratis, bermartabat, jangan ada kekerasan, manipulasi, money politic yang akan menghasilkan pemimpin yang kotor," tegas Hidayat.

Hidayat Nur Wahid sudah dikenal publik luas sebagai tokoh negarawan yang bersih, santun, low profile, sederhana dan berintegritas yang mengedepankan moralitas dan kemaslahatan masyarakat luas.

Popularitas dan elektabilitas HNW tidak diragukan lagi. Pada Pemilu 2004 Hidayat Nur Wahid menjadi aleg dapil DKI II yang perolehan suaranya terbesar secara nasional melebihi BPP (Bilangan Pembagi Pemilih), yaitu 262.019 suara.

Sedang pasangan HNW, Prof. Didik J. Rachbini, dikenal sosok profesional yang memiliki kapasitas dalam bidang ekonomi, membuat Didik dinilai PKS tepat mengisi posisi calon wakil gubernur.

"Pemikiran Mas Didik diperlukan untuk pengentasan kemiskinan dan penataan kota," kata Ketua DPP PAN, Bima Arya tentang alasan PKS melamar Didik.

Dengan menggandengkan sosok negarawan dan sosok ekonom teknokrat profesional PKS membuktikan keseriusan untuk memberi yang terbaik bagi warga DKI Jakarta yang sudah bosan dengan berbagai permasalahan dan kondisi yang ada sekarang.

"Kita di PKS yang penting bukan cuma elektabilitas atau popularitas tetapi bagaimana kapasitas mampu menyelesaikan masalah Jakarta yang menjadi cermin bangsa ini. Jadi pasangan ini kita coba pastikan mampu mendeliver janjinya untuk membuat Jakarta menjadi etalase dari Indonesia," ungkap jubir DPP PKS Mardani Ali Sera.

Bagaimana peluang pasangan HNW-Didik J. Rachbini?

Koran Tempo, Selasa (20/3/12)
Dengan adanya 6 (enam) pasangan cagub-cawagub dan aturan khusus di Pilkada DKI dimana pemenangnya harus mendapat suara 50% plus 1 maka diprediksi Pilkada DKI tak mungkin selesai satu putaran.

Beberapa pengamat memprediksi, dari enam pasangan cagub-cawagub Pilkada DKI Jakarta, pasangan Hidayat Nur Wahid- Didik J. Rachbini diperkirakan akan melaju ke putaran 2. Ada yang memperkirakan final putaran 2 adalah HNW vs Jokowi, pengamat yang lain prediksi kans terkuat adalah HNW vs Fauzi Bowo.

Salah satu pengamat politik mengatakan bahwa sosok yang akan mampu memenangkan DKI 1 (berhadapan dengan incumbent) adalah tokoh dengan kapasitas integritas-kapasitas-dan kredibilitas yang melampaui stigma negatif yang telah dikenakan pada partai dan politisi hari ini. Karena sosok yang sedemikian lah yang mampu mengalahkan dashyatnya kekuatan politik uang.

Dengan mlihat figur Hidayat Nur Wahid dan Didik J Rachbini perpaduan Negarawan-Teknokrat ditambah dengan kekuatan mesin politik PKS yang prima Insya’Allah memudahkan voters Jakarta sebagai publik yang paling well inform dan rasional di republik ini mengantarkan beliau berdua menjadi pemenang dalam pilkada DKI.


Kalau berkunjung ke daerah Tretes, bawalah seikat melati. 
Kalau kepengen Jakarta beres, serahkan saja Hidayat-Rachbini
-Tifatul Sembiring-




___________
*posted by: Blog PKS PIYUNGAN - Bekerja Untuk Kejayaan Indonesia



 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best Buy Coupons | Re-Design by PKS Piyungan